Jumat, 06 September 2013

Still CTR

Saat ini olahraga sepak bola seakan sudah menjelma menjadi gerakan seragam di seluruh dunia. Tidak hanya permainan para pemain profesional di lapang hijau yang menjadi daya tarik, tetapi juga segala atribut yang mereka pakai. Satu hal yang paling sering diburu fans, sepatu, terutama yang dipakai oleh pemain idolanya.

Beberapa perusahaan besar telah mengeluarkan berbagai produk sepatu dengan karakternya masing-masing. Seperti Adidas F50 AdiZero yang dirancang untuk pemain berbasis kecepatan dan Nike T90 untuk pemain yang mengutamakan kekuatan dan akurasi tendangan.

Dari sekian banyak sepatu yang ada saat ini, saya menyorot satu sepatu yang menurut saya fantastis, tidak bosan-bosan dilihatnya, spesifikasinya pun menjanjikan.

Ini dia... CTR-360 Maestri

Sepatu ini pernah membungkus kaki beberapa pemain hebat, seperti Andres Iniesta, Cesc Fabregas, dan Marc Albrighton. Dengan bagian luar yang memiliki gaya gesek besar, para maestro pengguna sepatu berkulit kangguru ini dapat mengontrol bola dengan nyaman, menyelesaikan tugasnya sebagai gelandang serta pengatur permainan dengan baik.

Bagi Anda yang bertipe seperti ketiga pemain di atas, silakan coba sensasinya dengan sepatu Nike CTR-360 Maestri.

Kalsel juga Punya


Sebuah desa dipinggir danau mungkin sudah biasa. Tapi, desa di tengah danau tentunya jarang kita temukan. Memang terdapat objek yang paling terkenal, yaitu desa-desa di Pulau Samosir, di tengah-tengah Danau Toba, Provinsi Sumatera Utara. Namun ternyata terdapat Pulau dengan topografi serupa yang ada di Kalimantan Selatan, walaupun ukurannya jauh lebih mini, yaitu Pulau Pinus.
Sabtu lalu, tepatnya tanggal 6 Juli 2013, separuh pengurus Hippocampus Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat berkunjung ke Pulau berpenghuni tersebut. Kendaraan darat hanya dapat mengantar sampai pinggir Waduk Riam Kanan, selebihnya perahu bermotor atau yang sering disebut warga Kalsel dengan istilah kelotok harus diandalkan sebagai transportasi satu-satunya menuju pulau.
Dalam perjalanan kurang lebih 30 menit di atas kelotok, pengunjung disuguhkan pemandangan unik hijaunya air danau yang dikelilingi oleh pegunungan Meratus. Terlihat juga penampakan khas rumah-rumah yang mengapung di atas perairan, beralaskan kayu atau drum. Mata pencarian utama penduduk Pulau Pinus adalah sebagai nelayan, maka tidak aneh kalau kita juga akan melihat banyak orang memancing atau memasang jaring di sekitar pinggiran danau.
Di tengah waduk yang berfungsi sebagai tempat PLTA ini terdapat dua pulau yang biasa disebut Pulau Pinus Satu, yang tidak dihuni warga, serta Pulau Pinus Dua, yang dihuni warga. Pengurus Hippocampus memilih berkunjung ke Pulau Pinus Dua karena tujuannya adalah mewawancarai warga setempat mengenai kehidupan di sana.

Yang mengejutkan, ternyata warga Pulau Pinus Dua ternyata masih menggunakan generator set (genset) sebagai sumber listrik untuk keperluan sehari-hari. Sebenarnya sungguh aneh, daerah pembangkit tenaga listrik belum mendapat aliran listrik. Tiang listrik yang sudah berdiri tegak di atas Pulau hanya tampak sebagai besi tinggi biasa, tanpa adanya sambungan kabel penyalur energi.
Ketika diwawancarai utusan Hippocampus, salah seorang warga mengutarakan harapannya yang tinggi terhadap pemerintah setempat. Dia ingin aspek pengembangan wisata, sarana dan prasarana pendidikan, serta pelayanan kesehatan di Pulau Pinus, tepatnya di Desa Aranio, diperbaiki. Dia juga berharap jembatan besar penghubung pulau yang rubuh belakangan ini segera diperbaiki, karena jembatan tersebut merupakan jalur yang penting bagi warga.

Memang alangkah baiknya kalau daerah wisata alam yang sejuk ini bisa terus dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat menjadi tempat tujuan pelepas penat para penduduk Kalimantan Selatan, khususnya kota besar seperti Banjarmasin, yang setiap harinya terpapar suhu panas.